Ied Adha Terakhir
Di depan hewan Qurban yang disembelih di masjid Himmas |
Keadaannya sangat jauh berbeda.
Tidak seperti di Indonesia yang mulai ramai dengan suara takbir, malam jum’at
(25/10) di Yekaterinburg terasa sepi, sama saja seperti malam-malam biasa.
Hanya saja malam itu, diperasaan agak
terasa lain, tepatnya agak terasa berat. Ya, harap maklum, karena malam itu
adalah malam hari raya idul adha yang tentu saja hari raya adalah hari yang
sangat berarti bagi setiap muslim terlebih jika bisa dirayakan bersama keluarga.
Tidak
ada suara takbir, sepi. Aku hanya berbaring di kamar sedangkan dua teman ku
yang juga dari Indonesia sedang asyik
dengan tugas-tugas kuliah di depan computer masing-masing. Mungkin malam itu
aku tidak cukup tangguh seperti mereka untuk sekedar mengulang pelajaran.
Bayangan keramaian malam idul adha di Indonesia membuat ku lesu.
Jum’at
(26/10), pukul enam lebih sedikit aku bangun. Rencananya hari ini aku bersama
salah satu mahasiswa dari Indonesia akan sholat ied di masjid yang terletak di
wilayah Himmas. Sambil menunggu sholat subuh (Sholat Subuh masuk pukul 07.30),
aku sempatkan diri membuka internet yang sudah mulai dipenuhi dengan berita
idul adha.
Setelah
sholat subuh kami berangkat menuju masjid Ramadhan, Himmas. Aku tidak tahu
pasti berapa kilometer jarak antara Himmas dan asrama tempat kami tinggal,
namun jika ditempuh dengan bis umum perjalanan akan memakan waktu selama
setengah jam.
Kami
mendapatkan informasi dari pengurus masjid, bahwa sholat ied akan dimulai pukul
setengah sepuluh. Pukul 08.00 kami keluar dari asrama dengan pakaian tebal
karena suhu hari ini (jum’at,26/10) menurut berita di internet adalah minus
lima derajat. Kami segera bisa mempercayainya setelah melihat kubangan-kubangan
air di depan asrama sudah mulai membeku. Dengan cahaya gelap (setelah sholat
subuh) kami langsung berangkat dengan harapan sampai di Himmas pukul 08.30,
satu jam sebelum sholat ied di mulai. Kami berharap, kita bisa mendapatkan
tempat didalam masjid.
Pukul 08.30, kami sampai di ostanovka
Dimitrova. Setelah jalan kurang lebih lima ratus meter kami pun terkejut karena
ternyata, satu jam sebelum sholat dimulai, jamah sudah meluap sampai ke halaman
dan parkiran masjid. Otomatis, kami harus sholat diluar masjid dengan suhu
minus lima derajat.
Jamaah di luar masjid |
Kita
terus mencari ide segar. Oke, kita pasang saja sajadah dan kita berdiri di
atasnya agar tempat kita tidak direbut jamaah yang semakin ramai datang.
Ternyata ide tersebut boleh juga. Tapi setelah lima menit diatas sajadah,
telapak kaki mulai terasa sakit karena membeku. Sajadah tidak mampu menjadi
penghalang dingin dari paving ke kaki.
“O…tidak,” pikir ku dalam hati.
Secepat
kilat aku langsung memakai sepatu yang aku taruh di depan sajadah . Alhamdulillah,
kaki langung terasa hangat. Dan ternyata, semua jamaah yang berada diluar juga
bertindak sama. Mereka berdiri di depan sajadah masing-masing dengan memakai
sepatu karena merasa dingin. Setelah kedinginan selama satu jam, pukul 09.30,
imam langsung member aba-aba untuk sholat, dan perasaan pun lega.
Ini cerita tentang Ied terakhir ku di
Yekaterinburg.
0 Comments:
Posting Komentar