Halal Tour in Russia

BAHASA RUSIA

Senin, 28 Januari 2019

Sujud Syukur

Masjid pertama yang aku lihat di Rusia tahun 2010


Sore itu, aku dan kawan-kawan masih berada IKEA. Meskipun terhitung refreshing alias jalan-jalan di pusat perbelanjaan, tapi aku tidak bisa menikmatinya. Aku masih mengharapkan bahwa akan ada saudara muslim yang menemui ku hari ini karena bagiku mempunyai teman yang “sehati” dan “sepemikiran” adalah penting.


***
Kami sedang menunggu taksi di area parkir IKEA saat telepon genggam ku bergetar, sebagai pertanda adanya panggilan masuk. Namun karena batereinya lemah, aku tidak bisa melihat nama pemanggil. Yang muncul di layar HP hanyalah kata-kata baterei lemah disertai bunyi peringatan, “tung”.
Karena tidak ingin battery semakin lemah, akhirnya aku angkat langsung meskipun tak tahu ID pemanggil.
Subhan Allah..!”, alkhamdulillah Ruslan menelpon.
-          “Najib, aku jam empat berangkat dari rumah, jika kamu sudah sampai asrama, sms aku !” begitu ucapnya di telepon.
Aku pun menjawab bahwa tidak usah repot-repot untuk menemui ku (sebagai ungkapan basa-basi meski aku sangat berharap bisa bertemu orang islam Russia). Namun dia bilang sangat ingin bertemu dengan ku, paling tidak kami sudah 4 tahun tidak ketemu.
Jam lima aku sudah sampai di asrama. Aku pun mengabarinya bahwa aku sudah di rumah. Dia bilang kepadaku untuk menunggu sekitar lima belas menit lagi. Sambil menunggu, aku sholat dhuhur dan asar dalam satu waktu.
Lebih dari 15 menit, aku berdiri di samping jendela sambil berharap aku bisa melihat Ruslan. Namun aku tak melihat siapa pun yang aku kenal. Telepon ku bergetar lagi, Ruslan menelpon meminta ku untuk turun ke area parkir.
            Sambil berlari kecil, aku keluar asrama, menuju tempat parkiran dimana Ruslan berdiri. Aku merasa terharu, kami pun salaman dan berpelukan bagaikan saudara yang sudah lama tidak bertemu. 
            Udara bulan oktober saat itu sangat dingin, kami pun lantas masuk mobil untuk sekedar menghangatkan badan. Ternyata udara dingin lebih kuat, terlebih buat aku yang baru datang dari negara panas. Meski duduk di dalam mobil, aku tetap merasa dingin, terutama kaki ku yang tidak memakai kaos kaki.
            Bagaimana perasaanmu tiba di Russia,” tanya Ruslan.
Sebelum menjawab, aku menjelskan maksud dan tujuanku secara panjang supaya dia mengerti. Aku katakan bahwa ini sudah menjadi rencana Allah, dan pasti ada hikmahnya mengapa aku sampai disini.  Aku katakan bahwa yang membuat ku sedih adalah, sampai saat ini aku belum bertemu dengan saudara muslim, masjid pun tidak ada. Tanpa terasa nada sedih mulai mewarnai intonasi suaraku.
Kalau begitu aku ajak kamu jalan-jalan, supaya tidak sedih,” tawar Ruslan.
            Ya, kini ada secercah perasaan senang dalam hati. Di awal kedatanganku ke Russia aku berkomunikasi dengan Ruslan dalam bahasa arab. Hal ini mengingatkanku dengan kenangan-kenangan kami selama di Mesir. Di mana muslim dari seluruh penjuru dunia disatukan oleh satu bahasa, yaitu bahasa arab.
Aku sempat menanyakan kepada nya, kemana dia akan membawa ku. Namun dia tidak menjawab, bagi ku juga jawabannya saat itu tidak terlalu penting. Aku hanya senang, ketika akhirnya bisa bertemu dengan saudara muslim.
10 menit kemudian dia mengarahkan mobilnya menuju suatu tempat yang tertutup pagar kayu. Suasana mendung musim gugur membuat bangunan itu nampak seram, tak berpenghuni. 
Aku bertanya kepada Ruslan, “kok gerbangnya terkunci?”
Kalau terkunci, ya.. kita buka,” jawabnya sambil merogoh saku celana.
            Ternyata benar dia memegang kuncinya. Pintu pun terbuka. Setelah pintu terbuka kami disambut jalan sempit berkerikil yang mengantarkan kami kepada sebuah bangunan kecil.
Bangunan tersebut berukuran kurang lebih 10 meter persegi. Di sekelilingnya masih terdapat semak-semak belukar. Menurut ku lahan ini baru saja dibuka. Dari fondasi atau catnya, aku perkirakan bangunan tersebut masih baru. Dan yang membuatku terkejut, mata ku seolah tak percaya menatap ke bagian atas bangunan tersebut.
Mataku tak bergerak mengamati atap bangunan berwarna hijau tersebut. Terdapat bagian yang menjulang lebih tinggi dibanding permukaan atapnya.  Bagian tersebut adalah kubbah / menara.
Menara masjid itu tidak begitu tinggi. Bagian atasnya dihiasi bintang dan bulan sabit, symbol bahwa bangunan tersebut adalah masjid.
            Dengan perasaan berkecamuk antara suka, terharu dan syukur yang kuat, aku mengikuti Ruslan berjalan menuju bangunan tersebut. Kembali Ruslan mengeluarkan kunci dari sakunya untuk membuka pintu masuk.
Sungguh, nikmat Allah yang begitu besar bagiku. Ku lihat hamparan karpet dan sajadah serta beberapa Al-qur’an tersusun rapi di rak yang berdiri di ujung.  Aku tak bisa menahan diriku untuk sujud syukur dan meneteskan air mata tanda haru.
Aku terlarut dalam sujud syukur ku beberapa saat.
Mutasyakir awi[1],” aku ucapkan terima kasih ke Ruslan karena telah membawa ku ke tempat dimana aku bisa mengadu pada-Nya.
Kemudian dia menjelaskan bahwa sebenarnya masjid ini berada di ujung jalan asrama dimana aku tinggal. Masjid ini baru diresmikan dua bulan lalu, dan belum berfungsi aktif, masjid hanya dibuka untuk sholat jum’at saja.
            Selanjutnya, kami sholat jama’ah magrib di masjid tersebut, hanya dua orang, aku dan Ruslan. Sungguh, jamaah maghrib pertama yang aku rasakan di Russia. Sungguh nikmat Allah yang begitu besar. Secercah cahaya telah aku temukan, sebuah rumah kembali bagi jiwa seorang muslim.
            Rasa hening masih menyelimuti ruangan masjid dimana kami baru saja menyelesaikan sholat maghrib. Hanya bacaan fatikhah diakhir doa yang terdengar dari mulut kami. Perasaanku masih terperangah, antara percaya dan tidak percaya.
Akhirnya aku bisa menemukan masjid yang ternyata tidak jauh dari asramaku. Setelah kami rasa cukup, Ruslan mengajak ku untuk jalan-jalan.
Natamasya[2] ?? ” tawar Ruslan.
Kita akan kemana lagi?” tanyaku.
Apa kamu sibuk?” dia balik bertanya kepadaku.
Tidak, justru aku senang?”
            Dalam perjalanan, Ruslan bilang kalau kita akan bertamu ke rumah salah satu keluarga muslim keturunan Kazakh. Oh, bahagianya diriku ketika mendengar bahwa aku akan dikenalkan dengan keluarga muslim di Yekaterinburg.
***
            Kami berhenti di sebuah area parkir. Ruslan sendiri belum tahu apartement mana yang akan kita tuju. Tidak lama berselang, seorang laki-laki paruh baya, aku taksir umurnya sekitar 45 tahun, berjalan mendekati mobil kita.             -“Ta’al, nakhruj[3]!” Ruslan memberi kode bahwa kita harus menyambut       laki-laki itu.
            - “Assalaamu’alaikum,” Ruslan berusaha mendahului salam kepada laki-     laki itu.
Aku pun kemudian mengucapkan salam sambil ku ulurkan tangan. Laki-laki tersebut memandang ku dengan tatapan aneh. Seperti orang yang menerka-nerka, mungkin dalam pikirannya dia bertanya, apakah kita pernah bertemu seblumnya?
            Kami memasuki sebuah rumah rumah yang terletak di lantai lima. Ruslan kemudian mengenalkan ku kepada si empunya rumah. Nah, sekarang aku tahu, bahwa laki-laki ini adalah tuan rumah, namanya Rosul. Aku kemudian memanggilnya Rosul Abai[4].
            Rosul Abai tinggal bersama ibu, istri dan keluarga Shamil. Shamil adalah anak tertuanya. Dia sudah menikah memiliki dua anak namanya Sulaiman dan Maryam. Dua anak yang sangat lucu.
Mereka keluarga muslim suku Kazakh namun mereka sudah menjadi warga negara Russia. Suku Kazakh adalah anak turun etnis Turkey yang tinggal di eropa timur atau asia tengah. Secara fisik mereka mempunyai banyak kesamaan dengan orang Indonesia. Seperti tinggi badan, kulit yang agak kecoklatan dan mata yang agak sipit. Namun begitu mereka juga mempunyai husus juga yang bisa dikenali oleh beberapa orang asia tengah.
            Kunjungan hari itu adalah kunjungan untuk makan malam. Alkhamdulillah aku merasa senang disambut dengan begitu ramah. Melihat istri dan ibu Rosul abai yang berjilbab mengingatkan ku kepada bude dan bulik ku di Indonesia.
            Setelah agak malam kami pun berpamitan. Rosul abai mengantarkan kami sampai ke area parkir. Seperti tradisi umat muslim, kita dianjurkan untuk berpelukan jika bertemu atau berpisah. Kami pun berpelukan. Rosul abai berpesan kepadaku untuk datang setiap waktu. Aku merasa senang mendapatkan perlakuan seperti itu. “Rahmat[5], semoga Allah membalas kebaikan anda” jawab ku.
            Sudah malam, namun aku tak menyadarinya, mungkin aku bahagia karena merasakan kehangatan keluarga muslim baru. Kami pun pulang.
            ***
Aku dan Ruslan sempat berhenti sebentar di halaman parkir asrama. Ruslan menanyakan tentang bagaimana urusan administrasi kampus dll. Dia bilang siap membantu jika ada masalah. Aku hanya bisa berterima kasih kepada Ruslan yang sudah mengantarkan aku ke masjid dan memperkenalkan ku kepada keluarga muslim.
            Sebelum berpisah dia meminta ku untuk datang ke Oktyabr’ski[6] besok harinya (Ahad). Aku sendiri tidak tahu dimana Oktyabr’ski, dan bagaimana aku bisa sampai kesana. Ruslan menjelaskan bahwa nanti akan ada mobil jemputan yang akan berhenti di octanovka tsirk[7] jam 10.00. Akhirnya kami berpisah. Dan perasaan ku mulai senang, hari itu.


[1] Terima kasih banyak.
[2] Jalan-jalan
[3] Ayo, keluar.
[4] Abai = panggilan kepada laki-laki yang lebih tua dalam bahasa tatar. Dalam bahasa Indonesia bisa berari mas atau om.
[5] Rahmat = terima kasih dalam bahasa Uzbek, Tatar, Kazakh, Kirgiz, Turkmen, Turkish. 
[6] Sebuah desa berjarak 39 km dari kota Yekaterinburg.
[7] Ostanovka = Halte , Tsirk = sirkus.

0 Comments:

Posting Komentar