Komunitas Muslim Yekaterinburg |
Hari ketiga, minggu 10 oktober 2010.
Hari
Ahad, jalan raya yang tampak dari jendela kamarku terlihat begitu sepi. Mungkin
hari ini adalah hari libur, jadi aktivitas pagi hari juga mati. Setelah sarapan
pagi, aku tanya kepada teman sekamar arah ke octanovka tsirk. Setelah mendapatkan petunjuk dari dia, aku
pun keluar asrama sekitar pukul 9.30 waktu setempat.
Jalanan
begitu sepi. Seingatku, sejak keluar dari asrama, aku hanya beberapa kali
berpapasan dengan orang. Mobil pun sedikit yang berlalu lalang. Sungguh hari
minggu pagi Yekaterinburg seperti kota mati. Tiba-tiba aku merasa merinding
teringat cerita mafia di film-film, ah parno!
Perasaan
takut yang aku alami sangatlah wajat karena hari itu adalah baru hari ketigaku
di Russia. Aku belum mengenal lingkungan yang sedang aku lalui, apakah termasuk
jalan aman atau tidak. Mata ku menatap dengan tidak percaya diri.
Mungkin
karena santri, selama berjalan menelusuri trotoar aku tidak lupa untuk
berzikir. “Bismillah tawakkaltu ‘ala Allah wa la haula wa laa quata illa
billah”. Sholawat juga tidak berhenti dari mulut ku. Sungguh ketakutan itu
menyadarkan ku akan kebutuhan terhadap perlindungandari yang Maha melindungi.
Lima
belas menit kemudian aku sampai di halte
yang di katakan Ruslan, halte yang berada di depan bangunan untuk pertunjukan
sirkus di jalan vosemo marta[1].
Aku berdiri disana sambil menahan dingin. Tak satupun orang yang aku kenal
berada di samping ku. Sesekali ku pasang muka sangar jika ada orang yang
mendekat, aku takut dipalak.
“Sigaret
pojaluista!”[2]
tiba-tiba seorang perempuan meminta rokok kepada ku. Busyet! Baru sekali
seumur hidup aku dimintai rokok dijalan, sama cewek pula.
“Ia
ne kuryu,”[3]
jawab ku agak ketus. Cewek tersebut kemudian ngomel-ngomel. Sebenarnya aku tidak tahu apakah cewek tadi
ngomel atau hanya bicara biasa. Mungkin intonasinya yang tidak rata membuatku
beranggapan bahwa cewek tersebut sedang ngomel.
Menjelang
jam 10 aku melihat seorang gadis muda berjilbab berjalan kearah ku. Subhan
Allah, cantik bak boneka. Meskipun
bagian luar kepalanya tertutup jamper jaket, namun aku tau kalau gadis itu berjilbab. Aku masih bisa
melihat kain yang membalut leher kemudian ke atas kepalanya. Sesuatu yang
mengindikasikan kalau kain itu adalah jilbab.
Aku
berniat mendekatinya, berusaha menanyakan apakah dia akan ke Oktyabi’rski, desa yang juga menjadi tujuan
ku hari itu. Namun gadis
tinggi itu tidak bisa diam, jalan kesana-kemari. Akhirnya ku urungkan saja
niatku.
Aku mengeluarkan Quran
saku dari tas lalu membacanya sambil berdiri, dengan harapan jika ada orang
islam yang lewat, maka dia akan menyapa ku.
Alkhamdulillah
usaha ku berhasil. Seorang laki-laki berumur 70 tahunan mendekatiku sambil
mengucapkan salam “Assalaamu’alaikum”. Nama bapak-napak tersebut Rushan. Setelah kami berkenalan, aku katakan padanya
bahwa aku anak baru di kota ini. Sekarang aku ingin pergi ke desa Oktyab’riski.
Aku
berkomunikasi dengan dia menggunakan bahasa inggris. Karena kosa kata bahasa
Russia yang aku miliki belum cukup untuk ngobrol banyak. Aku katakan bahwa aku
disuruh menunggu di halte ini, katanya nanti akan ada mobil yang menjemput. Dan
syukur Alhamdulillah sang bapak juga memiliki tujuan yang sama dengan
ku. Hati ku pun mulai lega, aku tidak akan tersesat karena sudah menemukan
teman satu tujuan.
***
Satu
demi satu orang berdatangan ke arah kami berkumpul. Mereka ternyata memiliki
tujuan yang sama, ke desa Oktyab’riski.
Aku semakin senang setelah melihat ternyata ada juga muslim di
Yekaterinburg, Diantara rombongan tersebut ada dua gadis muda yang kemudian ku
ketahui namanya Lilya dan Natalia. Natalia adalah gadis tinggi
berjilbab yang aku ceritakan diatas tadi.
0 Comments:
Posting Komentar