Halal Tour in Russia

BAHASA RUSIA

Senin, 28 Januari 2019

Solat Subuh di Tagansky Ryad

Ruangan solat Pasar Tagansky Ryad


Pukul 06.30, langit masih gelap. Hawa dingin ditemani angin berusaha menembus celah-celah jendela kamar yang masih belum sempat aku solasi. Di radio disiarkan bahwa suhu udara hari itu minus 15 derajat. Orang Russia sangat bahagia dengan suhu tersebut karna satu minggu sebelumnya mereka ditemani oleh suhu antara minus 25 sampai minus 27 derajat celcius.
Pukul 7.30, dari jendela kamar kulihat langit masih gelap namun di jalan raya mobil sudah mulai rame pertanda orang-orang mulai berlari mengejar kehidupan.
Tiba-tiba telepon aku berdering. Satu panggilan masuk dari nomor yang tidak aku dikenal.
Assalaamu’alaikum,” salam pembuka aku ucapkan.
wa’alaikum salam, Najib kaifa Khal?”[1] sang penelepon bertanya tentang   kabar aku.
Sampai kalimat itu, suara dari seberang sana belum bisa aku kenali. Aku berpikir, mungkin kah sang penelepon adalah sahabat ku dari Mesir.
Aku mendengar dari arah seberang, terasa begitu berisik. Aku menanyakan kepada dia, dari mana dia menelepon. Dan mengapa terdengar begitu berisik. dia menjawab, dia sedang di tempat Kerja. Aku mulai bingung, siapa yang menelepon pagi-pagi begini?
“oi Najibulloh, man ga kelasiz mi?” [2] dia kembali bertanya.
Dengan satu kalimat itu aku akhirnya bisa mengenali siapa yang menelepon. Karna di Yekaterinburg baru satu orang yang memanggil aku dengan nama tersebut. Dia adalah Shukhrat, kenalanku yang berasal dari Uzbekistan.
kayerga?[3] Aku balik bertanya.
Man Taganski Ryad da[4], davai ia tebya jdu, mi namaz prochitaem zdest,    chai popiem[5] dia mengundang aku ke pasar TR.
uspeyem net? [6]  tanya ku.
Ya! di Yekaterinburg sholat shubuh untuk tanggal 25/1/11 baru bisa dilaksanakan pukul 07.40 dan matahari terbit pukul 09.00. Aku hawatir waktunya tidak cukup karena untuk ke Taganski kita aku harus jalan kaki ke halte kemudian menunggu bis, macet dll.
Alkhamdulillah, tidak lama menunggu di halte, bisnya langsung datang. Dan seperti yang khawatirkan, waktu itu adalah jam-jam kerja, transportasi macet, aku khawatir matahari akan lebih dulu muncul sebelum aku sampai ke Taganski. 
Di tengah perjalanan telpon pun berdering dari Sukhrat Aka[7] menanyakan sudah sampai di mana aku. Aku katakan padanya kalau kira-kira waktunya tidak cukup, dia bisa sholat subuh dulu. Tapi dia menjawab bahwa waktunya masih ada cukup, in sya Allah.
Tiba di pasar TR pukul 8.15, aku langsung lari menerjang kesibukan para pedagang. Diantara mereka ada yang sudah menata lapaknya dan ada yang baru saja akan memulai aktivitasnya.
Shuhrot menjemputku di depan pusat perbelanjaan Hanoi. Kami berlari berlomba dengan matahari agar bisa sampai ke musholla lebih dulu.
Kita ambil wudhu dulu, setelah itu kita sholat di musholla,”
ladno,”[8]jawab ku singkat.
Setelah wudhu selesai kita berlari lagi menuju musholla.
Aku sendiri belum tahu dimana musholla tersebut berada. Suasana gelap dan posisi kami yang berlari menyulitkan ku untuk menghafal rute cara menemukan musholla tadi.
 Dan akhirnya musholla itu kita temukan. Sebuah bangunan kotak berukuran kira-kira enam meter persegi. Untuk ke musholla itu kita harus menaiki tangga kecil yang hanya muat satu orang. Anak tangga tersebut licin karna tertutup salju. Kini aku tahu, musholla tersebut tenyata bekas gudang barang yang terletak di atas kios-kios pasar.
Aku baru bisa menyimpulkan setelah selesai sholat. Aku memperhatikan dari luar. Biasanya pedagang akan menyimpan barang pasokan dagangan diatas kios mereka. Nah, di antara gudang barang tersebut ada yang difungsikan sebagai musholla.
Shuhrot menjelaskan, sholat gelombang pertama jamaahnya pasti penuh. Setelah gelombang pertama selesai langsung gantian gelombang ke dua. Aku mendengar cerita ini menjadi terharu.

Pejuang
Setelah sholat kami minum teh bersama. Ditengah pasar. Aku merasa kembali ke masa lalu aku, dimana aku sering ikut bapak dan ibu berjualan di pasar.
Seketika saja aku merasakan kekeluargaan yang terjalin antara sesama penghuni kios yang saling berdempetan. Atau sapaan penjual kopi dan teh keliling yang ramah menawarkan kopi dan teh panasnya.
Shuhrot bercerita, bahwa rata-rata pasar buka jam 6. Namun ada yang sudah mulai beraktifitas dari jam empat pagi. Aku bisa memahami hal tersebut. Karna diwaktu kecil aku selalu ikut orang tua berjualan di pasar.
Di pasar, ada saatnya sibuk ada saatnya duduk termangu. Ada pembeli yang tidak lama menawar ada yang hanya menawar. Hari itu aku melihat semuanya. “Kalau aku punya uang, aku ingin membelikan ibu kios,” bisikku dalam hati.
Alasan lain mengapa aku menyukai pasar Taganski adalah, semangat yang dimiliki oleh para migran tersebut. Mereka mempertaruhkan nyawa dan nasib mereka di negeri orang. Dengan satu harapan yang mutlak. Keinginan untuk sukses. Keinginan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Kadang jika aku merasa kurang bersyukur terhadap apa yang telah aku terima. Taganski adalah tempat yang bisa menyadarkan untuk bersyukur pada-Nya. Malu dengan mereka para migran yang sangat gigih menghadapi hidup. Tua muda, laki-laki perempuan yang selama ini selalu dipandang rendah, sebagai kaum migran. Namun mereka adalah pejuang.
Para migran bertaruh meninggalkan tanah kelahiran bukan hanya untuk diri sendiri. Namun untuk keluarga yang mereka akungi.. Tuhan… jaga mereka. Semua saudara-saudariku yang berjuang di negri orang. (Selasa, 25 januari 2011)

                                            



[1] Apa kabar?
[2] Bahasa Uzbekistan : mau datang ke tempat saya ?
[3] Kemana?
[4] Saya di Taganski Ryad (Uzbek)
[5] Ayo mu tunggu kamu, kita sholat berjamaah, habis itu sarapan pagi bareng.
[6] Keburu atau tidak jika saya solat disana?
[7] Aka = panggilan untuk menghormati saudara laki-laki yang lebih tua.
[8] ok

0 Comments:

Posting Komentar