Halal Tour in Russia

BAHASA RUSIA

Jumat, 01 Februari 2019

Musholla ku Hilang?



 
Pintu Pertama Musholla 
Taganski Rinok  (Pasar Taganski), pukul sepuluh, meskipun matahari belum keluar dari peraduannya,  namun para pedagang pasar sudah sedari tadi terlihat  sibuk bekerja. Para pedagang berdiri di depan lapaknya masing-masing. Beberapa kuli berlari mengangkut barang dari gudang ke kios-kios.  Beberapa yang lain menyambut truck container yang mulai memasuki arena pasar. Truck ini membawa barang impor berupa tekstil, sepatu atau barang produksi lain asal China. Barang-barang made in China masuk ke Russia melalui perbatasan China – Kirgizstan untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh penjuru Russia.

  ***
Aku menelusuri gang-gang di antara kios-kios. Beberapa penjaga kios menyapa ku, menawarkan barang dagangan mereka. Namun tidak satu pun dari mereka mampu memberhentikan ku; karena pikiranku hanya satu, bagaimana menemukan musholla secepat mungkin untuk sholat subuh.Sudah lima menit aku mencari musholla itu, namun tak juga ku temukan. Redupnya langit musim dingin siang itu telah membuat ku kesulitan menemukan tempat sholat yang biasanya. Namun aku yakin, aku tidak salah arah.
            Ah, jangan-jangan sudah dipindahkan lagi,” pikir ku dalam hati.
                       

Tempat sholat yang ku maksud adalah ruangan segi empat berukuran 4X6 M2  yang sudah dua kali dipindah gara-gara pembangunan pasar. Pertama kali aku menemukan tempat sholat ini, dia berada di tengah-tengah pasar. Kemudian dipindahkan ke bagian belakang pasar. Dan sekarang, aku tak melihatnya. Aku berdiri sambil menyakinkan diri bahwa aku berada ditempat yang benar.

            
ya, di sinilah tempat musholla itu, namun sekarang di mana ?” Aku gelisah karena waktu subuh semakin sedikit. Kegundahan yang aku rasakan semakin bertambah ketika dari kejauhan ku lihat polisi mendekat ke arah ku. Mungkin dia mendapat laporan dari pihak keamanam bahwa ada orang mondar-mandir di bagian belakang pasar. Aku menjauh sambil mempercepat langkah untuk mengalahkan hembusan angin dingin.
            Seorang pria berjaket tebal berdiri di pojok sebuah kios sepatu. Jemper yang menutupi kepalanya tak bisa menyembunyikan wajah asia tengahnya. Ku hampiri dia dan ku tanyakan apakah dia tahu dimana musholla yang ku maksud itu berada.
            Dia menjawab salam yang aku ucapkan kemudian menuntun tanganku dan menunjukkan ku tempat dimana masjid itu dipindahkan. Semua jelas, Musholla sudah ku temukan. Ternyata musholla berada di area yang sama, hanya saja jika dulu di lantai dua, sekarang diturunkan ke lantai satu. Bentuknya yang hanya kotak  dan tidak mempunyai ciri husus menyulitkan ku untuk menemukannya jika tanpa bantuan orang.


Setelah melewati pintu pertama, kita akan menemui pintu ke dua

***
            Begitu ku buka pintu musholla, dua orang sedang berdiri siap untuk jamaah. Ku tarik makmumnya kebelakang karena aku ingin bergabung.  Selesai sholat Imam memimpin dzikir. Ayat kursi, tasbih, tahmid, dah tahlil dibacanya secara berurutan. Dibelakangnya, kami mengikuti dengan suara yang lebih pelan.  Imam mengakhiri dzikir dengan doa. Dan aku pun mundur perlahan.
            Iman dan makmum yang disampingku tadi bergegas meninggalkan ku sendiri. Aku tak tahu kemana perginya mereka. Mungkinkah mereka kini sedang berdiri kedinginan menunggu pembeli atau sedang melakukan transaksi-transaksi bisnis lainnya. Aku tidak tahu pastinya, namun yang jelas mereka sedang berjuang mengadu nasib.

Dua pemuda terakhir
            Aku duduk sendiri menikmati kehangatan yang dihasilkan pemanas ruangan musholla. Ku pandangi setiap sudut musholla sambil ku taksir ukuran luasnya; 4X6 tidak lebih.
            Terdengar suara kaki di luar. Dua pemuda masuk, satu dari mereka menatap ku penuh tanda Tanya. Aku merasa tidak nyaman dengan tatapan penuh curiganya.
Assalaamu’alaikum…” ucapku berusaha mencairkan suasana. Dia pun menjawab dengan penuh keheranan. Belum sempat mengoreksi ku lebih lanjut, satu orang yang lain mengingatkannya untuk segera melaksanakan sholat karena matahari sudah bersiap untuk unjuk diri.
            Mendekati pukul 10.30, dua orang yang baru selesai Sholat subuh tadi mendekatiku. Aku merasa tidak nyaman. Aku tahu, mereka akan mengintrogasiku, mengapa aku sendirian di musholla ini, apa yang aku lakukan di Yekaterinburg dll. Ya, sudah lebih dari sepuluh kali aku mendapatkan pertanyaan seperti ini dari orang-orang.
Ruang utama Musholla



***
            Pasar Taganski Ryan adalah salah satu tempat yang sering aku kunjungi. Berbagai pengalaman aku alami disini. Diantaranya, disebabkan banyaknya pedagang dari China, banyak orang di pasar ini menyapa ku dengan sapaan “Ni hao ?” Mereka kira, aku keturunan Sampek – Engtay kali.
Mata ku memang sipit, tapi sipitnya mata ku jelas tidak seperti sipitnya orang-orang china. Mungkinkah mereka penggemar film Jackie chan sehingga menyamakan wajahnya dengan wajah ku yang beraroma oriental kental.
            Ti Kitaec[1]?” salah satu dari mereka bertanya kepadaku. Aku hanya diam sambil menggelengkan kepala.
Terus terang aku tidak mau memboroskan energiku untuk menjawab pertanyaan yang sama untuk yang ke seratus kalinya.
Vietnamec..?[2]” pertanyaan susulan ku terima. Memang, selain pedagang dari China, orang Vietnam juga banyak, mungkin mereka mengira ku sebagai orang Vietnam karena kulit ku yang agak gelap.

Aku dari Indonesia,” jelas ku, sebelum mereka memaksa untuk mengatakan asal negaraku.
            Sepertinya Negara Indonesia memang tidak begitu terkenal bagi sebagian orang. Hanya orang-orang yang pernah pergi haji lah yang akan selalu memuja Indonesia setelah mereka tahu bahwa aku adalah indoneziec (orang Indonesia). “Banyak sekali orang Indonesia, ramah, mereka memakai pakaian yang sama setiap kelompoknya, yang wanita kemana-mana selalu dijaga oleh pria …”  rentetan kata seperti itulah yang sering dikatakan kepadaku tentang pengalaman mereka bertemu orang Indonesia di tanah suci.
            Kembali ke dua pemuda tadi. Mereka belum puas untuk mengetahui siapa aku sebenarnya.
Kamu Muslim ?” tanya salah satu dari mereka.
Alhamdulillah.” jawab ku sambil berusaha tersenyum agar tidak menyinggung mereka. Bagi mereka, mungkin sangat aneh ketika melihat orang bermata sipit namun seorang muslim, karena selama ini mereka hanya tahu sipit non-muslim.
kamu sholat?” lanjut nya.
Alhamdulillah…” jawab ku. Pertanyaan mereka yang terakhir memang benar. Mungkinkah mereka telah belajar apa itu, islam, iman dan ikhsan atau fenomena yang mengajarkan soalan seperti itu? Setelah beberapa obrolan kecil, mereka pun meninggalkan ku sendiri. Kesendirian ini aku manfaat kan untuk mengabadikan beberapa gambar. Mungkin gambar ini bisa menjelma menjadi sebuah cerita.

***
Waktu pukul 11.00 aku pun harus pergi menemui seorang teman, dia seorang pedagang di pasar ini.

Yekaterinburg
27-12-12


[1] Kamu Chinese?
[2] Orang Vietnam?

0 Comments:

Posting Komentar