Meja yang kutata ketika aku lupa tidak membawa sajadah |
Terlahir
di Indonesia, di tengah keluarga muslim, mudah mengenyam pendidikan agama,
hidup di pesantren dan di lingkungan yang mayoritas penduduknya beragama islam
ternyata bisa mengurangi “manisnya” iman dan islam.
Mengapa
aku bisa berkata seperti itu? Karena dengan situasi dan kondisi diatas, maka
hidup sebagai seorang muslim akan terasa sangat mudah. Seseorang jika terbiasa
hidup mewah dan enak, maka tidak akan tahu bagaimana nikmatnya hidup. Seperti
ungkapan kuno, seseorang akan tahu
nikmat sehat setelah ia merasakan sakit.
Sebagai
contoh, di Indonesia, seorang Muslim, bisa melaksanakan sholat kapan saja dan
dimana saja. Di pasar, sekolah, rumah sakit, terminal bahkan di jalanan pun
orang bisa sholat. Suara adzan akan dikumandangkan di setiap waktu. Dari sini,
banyak orang kemudian sering menggampangkan sholat.
“nanti saja sholatnya,” suatu
ungkapan ringan.
Untuk
urusan makan, setiap muslim bisa masuk kemana saja karena (bisa dipastikan) 99%
rumah makan di Indonesia tidak menyediakan babi dll (kecuali daerah yang
mayoritas non muslim.) Paling tidak, sembelihan seorang muslim sudah dianggap
halal menurut salah satu pendapat ulama. Meskipun demikian, sebagai muslim kita
harus lebih menjaga sikap wira’i (kehati-hatian) kita.
Menjadi Muslim di Russia
Tidak
mudah untuk menjadi muslim di Russia. Dalam hal ini, kecakapan kita dalam
berinteraksi sangat dibutuhkan. Sebagai seorang muslim, selain interaksi
social, tentu saja kita mempunyai kewajiban untuk tetap menjaga interaksi
vertical (ibadah) kita. Dan tetap berlaku sesuai dengan kode etik seorang
muslim.
Ketika
di Indonesia, menjadi seorang muslim seolah tanpa ada rintangan dan hambatan.
Namun, di Russia, untuk menjaga identitas sebagai muslim “lahir batin” begitu
banyak kendala.
Suatu
contoh,di kota dimana aku tinggal sekarang – Yekaterinburg, Kota yang terdapat di perbatasan Asia – Eropa
ini hanya memiliki 4 masjid (Masjid Ar-rahman, Ramadhan, Maulid dan Nur
Ustman). Itu pun ada satu masjid yang hanya dibuka pada hari jum’at saja.
Otomatis kerinduan akan sholat jama’ah terasa besar sekali.
Keadaan sangat berbeda dengan di
Indonesia, Kita bisa melihat, ketika jam istirahat makan siang, orang-orang
ramai melepas penat di emperan masjid setelah melaksanakan sholat. Nikmatnya
menikmati pemandangan seperti itu baru bisa aku rasakan sudah berada di Russia.
Situasi
paling susah adalah jika posisi kita sebagai karyawan atau mahasiswa. Tentunya,
kita ingin sholat yang normal dengan syarat dan rukunnya. Namun,
universitas-universitas di Russia tidak mempunyai Musholla. Kita selalu sholat
dalam keadaan terdesak. Ngumpet, duduk, isyarat dll. Selain itu, belum adanya
sistem pendidikan yang mengenal waktu sholat. Kerinduan akan sholat yang normal
sangat aku rasakan di sini.
Untuk
urusan makanan, semua restoran di Russia bisa dipastikan menyediakan daging
babi. Bagi para muslim yang ingin mendapatkan daging atau masakan halal di
Yekaterinburg, mereka bisa mendapatkannya di pasar traditional Tagansky Ryad.
Disana terdapat kios daging dan rumah makan halal. para penjualnya adalah para
migran yang berasal dari Uzbekistan dan Tajikistan. Alasan di Tagansky terdapat
makanan halal karena mayoritas pekerja di pasar ini adalah muslim.
Selain di Tagansky, muslim bisa
mendapatkan daging halal di masjid-masjid. Di Russia, Masjid bukan hanya
berfungsi sebagai tempat sholat atau pengajian, namun juga berfungsi sebagai
kios penjualan daging dan makanan halal, buku-buku agama, jilbab dan atribut
keagamaan lainnya.
Aku
pernah menanyakan kepada seorang Hazrat (ustadz) mengenai daging ayam
yang dijual di swalayan-swalayan yang ada. sang ustadz tadi menjawab “ayam
itu mati bukan dengan cara disembelih, tapi diestrum, jika kita memakannya,
sama juga kita memakan bangkai.”
0 Comments:
Posting Komentar